Perkembangan global telah membawa perubahan pada pola pelayanan kesehatan yang lebih pasien-sentris. Pola ini menempatkan pasien sebagai pusat dari semua keputusan dan tindakan medis, dalam hal ini pasien dituntut untuk berpartisipasi aktif terhadap pengambilan keputusan dalam mempertimbangkan setiap pilihan terhadap apapun intervensi medis yang akan dilakukan terhadapnya. Menyikapi hal tersebut, pasien secara sadar harus sering terpapar dengan informasi kesehatan untuk memastikan keputusan yang diambilnya adalah tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Secara tidak langsung hal ini semakin meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatannya. Deteksi dini merupakan salah satu upaya yang kini mulai banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk self love dan kepeduliannya terhadap diri sendiri. Mengetahui kondisi kesehatan lebih awal berarti juga mencegah pengeluaran untuk kesehatan dalam jumlah besar. Hari gini siapa sih yang mau boncos?
Deteksi dini umumnya dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan, Lalu bagaimana jadinya apabila tubuh kita sendiri yang mengkomunikasikannya sebagai “alarm gawat darurat”?
Jerawat merupakan kondisi kulit yang dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi apakah ada yang salah dengan sistem tubuh kita. Umumnya jerawat adalah hal normal yang terjadi pada usia pubertas, namun pada usia dewasa jerawat bisa berkaitan dengan kondisi sistemik seperti diabetes. Prevalensi kematian akibat diabetes pada usia dewasa muda meningkat dari urutan ke-8 pada 2010 menjadi urutan ke-6 pada 2019 (WHO,2020). Sejalan dengan data Kemenkes yang mengungkapkan bahwa sebanyak 86% penduduk usia dewasa muda adalah kelompok yang tidak pernah memeriksakan kadar gula darahnya (Kemenkes RI, 2019). Kondisi ini membawa perhatian terhadap salah satu korelasi menarik, yakni terkait jerawat yang banyak dialami oleh kelompok usia dewasa muda. Benarkah ini berkaitan?
Diabetes Melitus tipe 2 sering dikaitkan dengan resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak dapat merespon hormon insulin dengan benar. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan memicu peradangan kronis termasuk pada kulit. Penelitian mengungkap bahwa resistensi insulin menstimulasi produksi hormon androgen lebih banyak, sehingga produksi sebum atau kelenjar minyak menjadi tidak terkontrol yang akhirnya dapat menyumbat pori-pori dan menyebabkan jerawat.
Resistensi insulin terjadi akibat konsumsi gula yang berlebihan. Makanan tinggi gula tidak selalu berupa makanan yang manis, makanan dengan indeks glikemik yang tinggi seperti nasi putih, mie, dan roti tawar pun dapat memicu diabetes apabila tidak diimbangi dengan konsumsi serat yang cukup. Pemerintah telah memberi anjuran konsumsi gula per hari yang telah diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 hanya 10% dari total energi (200kkal) per orang, atau setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari. Prinsipnya gula bukanlah sesuatu yang harus dihindari, namun harus dikontrol intakenya agar tetap seimbang. Diabetes dapat menyebabkan keadaan darurat yang serius, terutama jika kadar gula darah menjadi sangat tinggi atau rendah. Meskipun jerawat bukan merupakan alarm gawat darurat untuk diabetes secara langsung, namun dapat menjadi penanda terjadinya resistensi insulin yang merupakan penanda diabetes tipe dua.
Pernah kan melihat konten viral diet journey seseorang yang berhasil menurunkan berat badannya, mengurangi asupan gula dan karbohidrat, seketika kondisi kulitnya juga ikut membaik dan semakin glowing? Konten tersebut membuktikan bahwa satu hal saja yang kita perbaiki, maka keseluruhan sistem tubuh akan saling bekerja sama untuk meregenerasikan dirinya dan membuat kita menjadi pribadi yang lebih sehat. Didukung pula oleh studi yang membuktikan bahwa diet rendah glikemik berpengaruh signifikan terhadap pemulihan jerawat dan sensivitas insulin dalam tubuh.
Furthermore, sangat menarik karena ternyata diabetes tidak hanya merugikan tubuh namun juga terhadap estetika kulit. Sejalan dengan Hari Diabetes Nasional pada tanggal 18 April 2025 semoga semakin menyadarkan kita bahwa gula memang nikmat, namun kenikmatan sesaat akan membawa banyak jebakan yang meruntuhkan kita di kemudian hari.
Sumber:
- 2020. WorldHealth Statistics 2020: Monitoring Health for the SDGs SustainableDevelopmentGoals. Geneva: WHO.
- Kemenkes 2019. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI
- Del Prete, M., Mauriello, M.C., Faggiano, A. et al. Insulin resistance and acne: a new risk factor for men?. Endocrine 42, 555–560 (2012).
- Robyn N, Smith., Neil J, Mann., Anna, Braue. et al. A low-glycemic-load diet improves symptoms in acne vulgaris patients: a randomized controlled trial. The American Journl of Clinical Nutrition. 107-115 (2007)
- https://www.who.int/campaigns/world-diabetes-day/2024
- https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240110/5344736/saatnya-mengatur-si-manis/