“Strategi Mengatur Jaspel dan TPP demi Kelancaran Pelayanan RS”
27 Juli 2023
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar bertajuk “Strategi mengatur Jaspel dan TPP demi Kelancaran Pelayanan RS” dilaksanakan pada Kamis, 27 Juli 2023 dengan peserta webinar sebanyak 484 orang. Pertemuan ini dibuka oleh dr. R. Heru Ariyadi, MPH selaku Ketua ARSADA. Heru dalam pembukaannya menyampaikan bahwa jasa pelayanan dan TPP sering dibenturkan, forum webinar ini diselenggarakan untuk membahas jasa pelayanan dan TPP dengan dasar hukum masing-masing. Sebanyak 882 rumah sakit daerah tersebar di penjuru nusantara, mempunyai kontribusi dan keberhasilan kesehatan di indonesia. Jasa pelayanan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, di sisi lain TPP berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019. Ada berbagai konsep berbeda-beda, ada yang diberkan jasa pelayanan saja atau TPP saja, namun di Jawa tengah mendapatkan keduanya.
Yos Hendra SE., MM., M.Ec.Dev., Ak., CA., MAPPI bertindak sebagai moderator pada webinar ini. Prof Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD menyampaikan pembahasan terkait isu jasa pelayanan dan TPP ini dapat menjadi “The devil is in details” dimana permasalahan yang dianggap kecil dapat menggagalkan tujuan besar negara untuk rakyat. Dalam pemaparan dijabarkan dimana rumah sakit terutama yang berada di luar Jawa masih mengalami ketimpangan dalam memberikan layanan dan juga sistem kompensasinya belum baik. Sehingga hal ini berdampak pada penyerapan klaim JKN yang sangat timpang antara regional 1 dengan regional lainnya. Tentu dengan rendahnya penyerapan klaim ini akan berdampak pada jasa pelayanan. Sementara itu, apabila dokter tidak memperoleh pendapatan yang baik tentu akan mempengaruhi kinerjanya. Hal ini yang menjadi tugas dari rumah sakit untuk meyakinkan kepala daerah, DPRD dan stakeholders lainnya untuk mau memberikan TPP sebagai pendukung perbaikan pembiayaan kepada tenaga kesehatan. Isu kuncinya adalah dalam rumah transformasi kesehatan antara pilar transformasi layanan rujukan harus terikat erat dengan pondasi yang salah satunya adalah pembiayaan kesehatan. Rumah sakit harus mampu mengelola sumber-sumber pendapatan rumah sakit untuk mendukung kelancaran pelayanan RS.
Webinar ini merupakan langkah awal yang akan berlanjut lebih panjang lagi. Pertanyaannya siapa yang akan memperjuangkan penanggulangan permasalahan ini apakah hanya rumah sakit, akademisi atau organisasi profesi.
Dr. dr. Cahyono Hadi, Sp.OG selaku Direktur RSUD dr. Moewardi Surakarta dan narasumber pertama menyampaikan topik “Implementasi Pembagian TPP dan Jaspel di Rumah Sakit”. Cahyono menyampaikan seperti apa implementasi pembagian jasa pelayanan dan TPP, RSUD dr Moewardi merupakan rumah sakit dengan kelas A dengan SDM 2344 orang dan 862 tempat tidur. Ada beberapa inovasi layanan, inovasi eksternal dan internal. Layanan inovasi berbasis teknologi meningkatkan pendapatan rumah sakit. Misalnya aplikasi e patient, bisa digunakan untuk booking online, mengetahui jadwal dokter, bahkan pengaduan. Terkait dengan SDM terdapat aplikasi e employee dan e doctor, terkait dengan kepercayaan dan transparansi. Di RSUD dr Moewardi semua SDM bisa melihat jasa pelayanan per hari detil sampai pada pasien yang dilayani.
Dasar hukum pemberian jasa pelayanan adalah Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 87 Tahun 2016. Persentase pembagian jasa pelayanan, layanan medis, non medis dan layanan pendukung dilakukan secara terbuka, semua bisa melihat berapa proporsi jasa pelayanan yang didapatkan. Selain itu dokter juga diwajibkan melakukan absensi, apabila tidak memenuhi kehadiran maka akan dilakukan pemotongan. Cahyono juga menyampaikan bahwa di RSUD dr Moewardi akan mendapatkan 5 kali gaji dalam sebulan.
Paparan selanjutnya disampaikan oleh dr. Supriyanto, Sp.B, FINACS, M.Kes selaku Direktur RSUD Iskak Tulungagung, Jawa Timur. Jasa layanan adalah bentuk lain dari insentif, Kemudian TPP, pemerintah daerah yang memberikan dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Di RSUD Iskak komponen SDM adalah 25% ASN dan 75% non ASN, menurut Supriyanto TPP menjadi “merepotkan”, sehingga ASN tidak diberikan TPP atas izin bupati. Diusahakan tidak ada perbedaan penapatan yang mecolok antara ASN dengan non ASN. Namun, untuk posisi tertentu seperti dokter itu paling istimewa, karena performance dokter mempengaruhi performance rumah sakit. Apabila dokter bisa melakukan layanan dengan profesional maka akan mendapatkan jasa pelayanan yang proporsional. Dengan fee for service tidak ada perbedaan dalam memberikan pelayanan, tidak membeda-bedakan asal pasien. Supriyanto menegaskan bahwa dokter dengan penghasilan yang proporsional maka tidak akan berani “bermain”.
Proses bisnis rumah sakit dimaksimalkan berbasis dengan teknologi informasi, tujuannya agar ketaatan bisa tercapai di RSUD Iskak. Misal pengadaan sudah menggunakan teknologi informasi, sehingga akhir tahun hanya melakukan review saja. Supriyanto mengatakan bahwa jangan sampai ada posisi yang sama akan tetapi jasa pelayanannya berbeda antara ASN dan non ASN. Juga kejelasan sumber jasa pelayanan perlu diperhatikan agar dokter maksimal memberikan pelayanan.
Narasumber ketiga ialah Slamet, AK selaku Kepala BPKAD Provinsi Jawa Tengah dengan topik bahasan “Dasar pemberian Jaspel dan TPP di RS Daerah Provinsi Jawa Tengah”. Strategi terkait dengan TPP dan jasa pelayanan ada 2, yaitu isu single salary dan overlap. Kebijakan terkait TPP dan jasa pelayanan 5 tahun yang lalu menjadi “momok” bagi rumah sakit daerah karena dikhawatirkan akan menjadi temuan BPK karena bertentangan dengan UU Keuangan Negara mengenai single salary. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam menyikapi peraturan tersebut dengan menerapkan pendapatan ASN hanya terdiri dari gaji dan TPP. Akhirnya terbit Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2022. Khusus layanan kesehatan menggunakan dasar peraturan tersebut, ASN maupun non ASN mendapatkan TPP berdasarkan beban kerja dan kelas jabatan. Selain TPP berdasarkan beban kerja, juga diberi tambahan TPP berdasarkan pertimbangan lainnya, yang dikenal sebagai jasa pelayanan. Juga ada tambahan lagi TPP berdasarkan kondisi dan risiko kerja. Di akhir paparan, Slamet menegaskan bahwa pemberian TPP berdasarkan sistem pengelolaan keuangan daerah.
Pada sesi selanjutnya dr. Susi Herawati, M.Kes selaku Direktur RSD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang sebagai pembahas menyampaikan bahwa pembagian TPP dan jasa pelayanan harus berpegang pada ketentuan. Insentif dasarnya adalah kebijakan, sumber dana dari layanan. Kerja sama sebuah tim, akhirnya akan mendapatkan insentif sesuai dengan proporsinya masing masing. TPP diberikan berbasis kinerja, adanya atensi, dan capaian kerja. Poin yang menjadi catatan adalah kekhawatiran RSUD Iskak Tulungagung Iskak tidak memberkan TPP apabila terjadi keterlambatan klaim BPJS seperti 2019 maka dokter tidak menerima tambahan pendapatan. Susi mengatakan bahwa di RSD KRMT Wongsonegoro mendapatkan keduanya, yaitu jasa pelayanan dan TPP. Ada layanan maupun tidak ada layanan tetap mendapatkan TPP, namun untuk jasa pelayanan didapatkan sesuai dengan layanan yang diberikan.
Pada sesi diskusi salah satu peserta webinar menyampaikan untuk memperoleh transparansi apakah ada SK dan SE direktur? karena sampai saat ini pembagian jasa pelayanan 3 bulan sekali. Cahyono menanggapi bahwa SK dan SE direktur tidak mendukung transparansi. Namun perlu adanya aplikasi minimal Microsoft Excel untuk melakukan penghitungan jasa pelayanan sehingga dapat tercapai transparansi.
Pada akhir webinar, cahyono menyampaikan implementasi pembagian jasa pelayanan dan TPP bisa dilakukan apabila kita bertegritas, mendapatkan kepercayaan, efisien, dan transparan. Supriyanto, menyatakan bahwa di rumah sakit daerah kewenangan ada di kepala daerah, diharapkan bisa memberikan rasa adil. Slamet menyampaikan UU keuangan negara menghendaki perubahan mindset, bahwa saat ini hak pendapatan pegawai berdasarkan pendapatan rumah sakit tidak dapat dipergunakan. Bukan berarti menghilangkan hak mereka, pendekatan yang bisa dipakai adalah menambahkan komponen gaji, tunjangan dan TPP dimana dalam TPP diperhitungkan berdasarkan jasa pelayanan. Susi menyampaikan bahwa untuk jasa pelayanan dan TPP harus ada payung hukumnya. Juga ada kepercayaan dan harus ada tim khusus pembaginya, menggunakan sistem sehingga semua bisa terhubung.
Reporter: Husni Prasetyo dan Barkah WP – Divisi Manajemen Rumah Sakit PKMK UGM
Leave a Reply