Press ESC to close

Reportase | Review Kebijakan Penyakit Katarak Berbasis Transformasi Sistem Kesehatan

<< Kembali ke Laman Review Kebijakan Penyakit Katarak

Selasa, 4 Febuari 2025

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar Pengembangan Kebijakan Strategis Pengendalian Katarak di level Pusat, Propinsi dan Kabupaten/ Kota berdasarkan Prinsip Transformasi Kesehatan dengan menggunakan DaSK, Selasa (04/02/2025). Acara ini dimoderatori oleh dr. Ika Septiana Eryani, M.Sc.

Acara dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro MSc. PhD selaku Guru Besar FK-KMK UGM yang menjelaskan tentang pentingnya penggunaan Dashboard Digital sebagai inovasi di bidang kesehatan untuk diolah menjadi pengetahuan dan menghasilkan kebijakan yang bermanfaat dalam penyusunan evidence based policy making bagi para pemangku kepentingan. Dashboard Digital ini ditujukan bagi lintas disiplin, oleh sebab itu peserta didorong untuk menjadi mitra kolaborator data-data terkait Katarak dari berbagai daerah.

Webinar dilanjutkan dengan paparan terkait gambaran penggunaan DASK oleh M Faozi Kurniawan SE., Akt, MPH selaku Peneliti PKMK FK-KMK UGM. Faozi menjelaskan dari hasil review, terdapat beban pelayanan penyakit katarak di Indonesia baik pada rawat jalan maupun rawat inap. Terdapat pula ketimpangan pelayanan penyakit Katarak antara regional 1 dan regional 5, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan fasilitas kesehatan antara kedua regional tersebut. Melalui Prinsip Transformasi Kesehatan, diharapkan kebijakan penanggulangan penyakit katarak dapat dilaksanakan dengan lebih komprehensif melalui kerjasama yang semakin kuat sebagai hasil pemantauan bersama data-data perkembangan penyakit Katarak di daerah.

Paparan pertama oleh Ns. Waryono, SIP, S.Kep, M.Kes selaku Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Waryono menjelaskan bahwa akses pelayanan katarak di Yogyakarta sudah baik, penanganan yang tepat akan membantu masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan Katarak yang sesuai kebutuhan. Penanggulangan katarak di Yogyakarta dilaksanakan oleh dokter spesialis baik di rumah sakit maupun klinik, dengan dinas kesehatan melakukan evaluasi. Pembiayaan Katarak juga tidak mengalami permasalahan karena secara umum jumlah PBI APBN di Yogyakarta menurun. Kendati demikian masih ditemui kendala yaitu keterbatasan bed di RS Sardjito sebagai rumah sakit rujukan di Yogyakarta.

Paparan kedua oleh dr. Gunadi Linoh selaku Direktur RSUD Melawi Provinsi Kalimantan Barat menjelaskan akses ke pelayanan mata di Kalimantan Barat cukup sulit, bahkan dokter spesialis mata juga belum ada. 6 tahun yang lalu ada kerjasama dengan dinas kesehatan propinsi terkait penganggaran di kabupaten dan rumah sakit, sehingga terjadi cost sharing untuk bakti sosial operasi katarak di rumah sakit. Namun pasca COVID-19 belum ada kelanjutan dari kerjasama cost sharing tersebut.

Acara dilanjutkan dengan tanggapan oleh Prof Laksono yang menjelaskan adanya perbedaan akses yang signifikan antara Yogyakarta dengan Melawi, bagaimanakah kebijakan di kedua daerah ini? Apakah kebijakan yang dilakukan sama saja, atau perlu ada perbedaan kebijakan di daerah susah akses dan mudah akses?

Paparan ketiga oleh Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M selaku ketua Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-KMK UGM menjelaskan kasus katarak merupakan kasus yang multi dimensi, misalnya di Malawi sudah disediakan dokter spesialis, tetapi apakah sudah dipastikan fasilitas kesehatannya telah mendukung dokter tersebut untuk berpraktik. Dimensi lainnya adalah akses pasien karena pembiayaan BPJS terbatas pada klaim tindakan medis, tidak termasuk biaya untuk mengusahakan “akses” bagi masyarakat.

Narasumber selanjutnya oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Permasalahan Backlog perlu dilakukan analisa tren dengan beberapa skenario, jika dengan klaim yang terus meningkat, maka upaya kontrol beban pembiayaan juga akan lebih berat. Jika pengupayaan cakupan dengan akselerasi 20-30% maka bagaimana  beban pembiayaannya, hal hal inilah yang perlu dipertimbangakan sehingga penyusunan kebijakan harus secara komprehensif. Review kebijakan nasional terkait katarak perlu dilakukan, oleh sebab itu adanya DASK akan sangat membantu para pemangku kepentingan dan diharapkan dapat memberi informasi terkait teknis implementasi perbaikan pelayanan Katarak.

Acara ini ditutup dengan upaya komitmen bersama antar pada pemanku kepentingan dalam berkontribusi terhadap pengumpulan data terkait penyakit katarak agar ke depannya pengembangan pelayanan katarak akan lebih meningkat tidak hanya akses tetapi juga mutu pelayanan.

Reporter: Ester Febe, MPH (Peneliti PKMK UGM)

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adffffpiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.hjhjhjhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh