Press ESC to close

Reportase | Workshop Penguatan Sistem Anti-Fraud di RSD “Mewujudkan Transparansi dalam Transformasi Layanan Kesehatan Daerah menuju Indonesia Emas 2045”

Bandung, 21 – 23 Mei 2025


Workshop Penguatan Sistem Anti-Fraud di Rumah Sakit Daerah diselenggarakan pada Rabu hingga Jumat (21-23 Mei 2025). Kegiatan tersebut digelar bersamaan dengan rangkaian Seminar Nasional ARSADA di Bandung. Workshop ini adalah kerjasama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) UGM dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA). Narasumber dalam workshop ini ialah drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE (peneliti dan konsultan PKMK – keahlian anti-fraud), Dr. Rimawati, M.Hum (Dosen Fakultas Hukum UGM) dan Randy Rizki (Dewan Pengurus ACFE Indonesia). Peserta workshop berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain Garut, Ajibarang, Sulawesi Tengah, Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Subang, Pati, Brebes, Karawang, Banjarbaru, Depok, Tangerang, Pekalongan, Sulawesi Selatan, Bangkinang, Magelang, Aceh dan Temanggung. Total peserta workshop ialah 26 orang dengan latar belakang yang beragam, yaitu kepala bidang layanan medis, kepala bidang keperawatan, wakil direktur keperawatan, ketua komite keperawatan, kepala bagian tata usaha, kepala bidang perencanaan, penelitian dan pengembangan RS, direktur, pelaksana, kepala sub bagian keuangan, tim casemix, kepala bagian casemix, ketua tim, verifikator, perawat, apoteker, anggota tim kerja perencanaan anggaran, kepala bidang pelayanan kesehatan.

Hari 1: 21 Mei

Pada hari pertama workshop (21/5/2025) narasumber pertama yaitu drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE menyampaikan materi Fenomena Fraud dan Korupsi di RS. Puti menegaskan dirinya sudah menyelami topik fraud sejak 2014. Dirinya juga mengambil serifikat CFE dari ACFE Amerika Serikat pada 2018. Puti tertarik pada isu fraud dan saat ini mengkhususkan diri salah satunya untuk memberikan fraud awareness pada faskes, stakeholders maupun masyarakat umum. Hal ini terbukti dari 5 upaya berikut: 1. Seminar (anti-fraud awareness) & pelatihan teknis, 2. Pendampingan proses deteksi & investigasi internal, 3. Penelitian, 4. Edukasi kepada mahasiswa fakultas/prodi rumpun kesehatan & mahasiswa magister rumah sakit dan 5. Advokasi.

Narasumber juga menyampaikan sejumlah topik menarik diantaranya: Konsep Fraud Dalam Fasilitas Layanan Kesehatan, Fenomena Fraud Dalam Sektor Kesehatan, Peran Fasilitas Pelayanan Kesehatan & Kerangka Kerja Mitigasi Fraud.

Berdasarkan definisi dari ACFE, Fraud adalah setiap perbuatan yang disengaja atau kelalaian yang dirancang untuk menipu orang lain, sehingga mengakibatkan korban menderita kerugian dan/atau pelaku memperoleh keuntungan. Tentunya perbuatan ini merugikan pihak lain dan perlu mendapat perhatian karena banyak terjadi di sektor kesehatan dan sering dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit.

Faktanya, jika fraud tidak dicegah, dapat berdampak pada mutu pelayanan kesehatan dan dapat mengundang tuntutan dari pasien. Bentuk penurunan mutu layanan kesehatan akibat fraud diantaranya adalah: resistensi Antimikroba, rujukan yang tidak dibutuhkan pasien, tingginya tindakan Sectio Caesarea (SC) yang tidak sesuai indikasi. Skenario terburuk, jika fraud dilakukan staf atau tenaga kesehatan di RS maka pelakunya dapat dikenai sanksi etik dari organisasi profesi berupa pencabutan ijin praktek. Sehingga RS berada di 2 sisi yaitu bisa menjadi pelaku atau korban fraud.

Narasumber kedua yaitu Dr. Rimawati, M.Hum yang menyampaikan materi Berbagai Jenis Regulasi Terkait Pencegahan dan Penanganan Fraud dan Korupsi di Rumah Sakit. Rima menegaskan, Fraud dan korupsi di RS merupakan masalah serius yang mengancam integritas pelayanan kesehatan. Regulasi diperlukan untuk mencegah, mendeteksi, serta menindak praktik fraud dan korupsi ini. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permenkes Nomor 16 Tahun 2019, fraud dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan dapat dilakukan oleh: peserta, BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan atau pemberi pelayanan kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan serta pemangku kepentingan lainnya.

Rima menyatakan, fraud yaitu tindakan curang dengan sengaja untuk keuntungan pribadi/kelompok, seperti: pemalsuan klaim asuransi, penagihan fiktif (upcoding, unbundling) dan penyalahgunaan wewenang. Sementara korupsi ialah Penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, seperti:

  1. Gratifikasi dari vendor
  2. Mark-up pengadaan alat kesehatan
  3. Kolusi dalam tender

Sementara tujuan regulasi pencegahan fraud antara lain, transparansi -akuntabilitas penyelenggaraan layanan, good governance, pedoman bagi staf dan RS serta penegakan hukum dan pengenaan sanksi terhadap pelanggaran.

Jenis fraud yang diatur dalam regulasi RS antara lain,

  • Fraud terhadap klaim JKN diantaranya:  upcoding, phantom billing, unbundling, unnecessary services.
  • Fraud pengadaan barang dan jasa, meliputi: mark-up, kickback, pengaturan tender
  • Korupsi internal yaitu: penyalahgunaan wewenang, konflik kepentingan, gratifikasi.

Berdasarkan regulasi, RS memiliki kewajiban diantaranya: program anti-fraud (anti-fraud program), membentuk tim pencegahan dan penanganan fraud, melakukan pelatihan internal tentang integritas dan sistem pelaporan, menyediakan saluran pelaporan (whistleblowing system), melakukan audit internal dan evaluasi berkala, melaporkan secara rutin kepada Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan/atau instansi pengawas lainnya

Hari 2: 22 Mei

Pada hari kedua workshop (22/5), drg. Puti Aulia, MPH, CFE telah membekali peserta dengan Permenkes Nomor 16 Tahun 2019. Regulasi tersebut kemudian digunakan untuk membahas detil Instrumen Pencegahan Kecurangan (Fraud) Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh  FKRTL. Dalam instrumen ini,  kegiatan yang harus dilakukan oleh rumah sakit dalam rangka pencegahan fraud, antara lain:

  1. Pengembangan kebijakan anti-fraud
  2. Pemetaan risiko fraud
  3. Pengembangan program-program pencegahan & deteksi fraud
  4. Investigasi & tindakan perbaikan
  5. Monitoring & evaluasi program anti-fraud

Pada hari kedua ini, para peserta juga  belajar untuk mengidentifikasi potensi fraud yang mungkin terjadi di RS atau yang mungkin dilakukan staf RS. Lalu, dilakukan skoring dari potensi fraud tersebut.  Kegiatan ini yang disebut dengan pemetaan risiko fraud. Kemudian didiskusikan upaya pencegahan yang bisa dilakukan RS, diikuti dengan deteksi fraud serta monitoring dan evaluasi. Saat sesi praktek, sejumlah kondisi di RS terungkap dan hampir mirip terjadi di RS lainnya juga, dua diantaranya ialah kasus korban kecelakaan lalu lintas serta pasien yang harus sering bolak balik pemeriksaan di RS. Korban kecelakaan lalu lintas ini harus ditangani dengan benar agar coding klaim sesuai dengan yang dilakukan RS dan yang terjadi di lapangan. Kemudian untuk pasien yang sering datang ke RS untuk pemeriksaan lanjutan, sebaiknya dicari jalan tengahnya apakah memungkinkan jika pemeriksaan dibuat lebih efisien dan efektif, misalnya dalam 2 hari sudah mencakup sejumlah pemeriksaan.

Hari 3: 23 Mei

Pada hari 3 workshop (23/5) drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE memberikan contoh penghitungan analisis trend fraud sebagai salah satu metode deteksi potensi fraud di RS Daerah. Praktikum ini menjadi penting karena dari 26 peserta yang hadir, baru 1 orang yang sebelumnya pernah terpapar terkait pelatihan anti fraud.  Sepanjang proses pembelajaran, para peserta dengan antusias dan leluasa berdiskusi dengan drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE karena setengah dari pembelajaran berisi praktikum dan diskusi.

Pada hari terakhir workshop, narasumber yang terakhir mengisi kegiatan ialah Randy Rizki, CFE selaku anggota Dewan Pengurus ACFE Indonesia. Sebelumnya, narasumber berkarir di Badan Pemeriksa Keuangan. Pengalaman Randy membuat kemampuan investigasinya menjadi tajam. Randy menyampaikan paparan dengan judul Strategi Advokasi Penanganan Fraud dan Korupsi di Rumah Sakit. Dalam paparannya, Randy menyatakan kasus fraud di Indonesia masih dalam area yang ringan hukumannya. Selama ini, hukuman untuk pelaku fraud ialah mengganti denda. Sementara secara regulasi, seharusnya fraud ini masuk dalam hukum pidana, sehingga proses hukum seharunya bisa diberlakukan bagi seluruh pelaku fraud.

Menurut Randy, penguatan program anti fraud di RS harus dimulai dengan pemetaan risiko kecurangan & korupsi di setiap arena & lini organisasi. Kemudian, Randy menegaskan setiap bentuk tindak lanjut atas insiden fraud & korupsi, selalu membawa implikasi tertentu. Implikasi berikutnya adalah kombinasi strategi terkait kepatuhan pada regulasi & upaya pencegahan harus selalu dilakukan secara berkesinambungan.

Reporter: Widarti (PKMK UGM)

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adffffpiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.hjhjhjhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh