Rundown Kegiatan

Pelatihan Kepemimpinan untuk memperkuat Sistem Kesehatan Daerah
pasca pemberlakuan UU Kesehatan 2023

Sabtu, 19 Oktober 2024


 

Modul 4: Melakukan Respon berupa Usulan Revisi terhadap Sistem Pengelolaan Kesehatan Daerah  di Propinsi Kalimantan Timur dengan Adanya UU Kesehatan 2023

Sabtu, 19 Oktober 2024
Pukul 08.00 – 14.00 WIB / 09.00 – 15.00 WITA / 10.00 – 16.00 WIT
Metode: Hybrid

Reportase
Waktu Kegiatan Pembicara
09.00 – 09.10 WITA Pembukaan: Kepala Dinkes Kalimantan Timur 

Moderator: *

09.10 – 09.40 WITA Pengantar:

  • Refresh kegiatan pelatihan sebelumnya
  • Membahas Pasal Koordinasi dan Sinkronisasi dalam konteks jawaban-jawaban dari Peserta
  • Apa yang baru dan sangat berubah, terkait dengan Kepemimpinan?
  • Apakah memerlukan respon yang tepat di daerah (Propinsi Kaltim dan Kabupaten/Kota)?
Download Materi
Pembicara:

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD

Pemicu Diskusi

Dalam proses memahami UU Kesehatan 2023 dan PP 28 tahun 2024, ada sebuah Pasal menarik:

Bab/Bagian Pasal
BAB XIV KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENGUATAN SISTEM KESEHATAN Pasal 413 ayat 1:

Dalam rangka pembangunan Kesehatan diperlukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang Kesehatan antarkementerian/lembaga dan pihak terkait.

Pasal 413 ayat 2:

Koordinasi dan sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tujuan untuk:

  1. melaksanakan pencegahan dan penanganan permasalahan kebijakan di bidang Kesehatan;
  2. menyinergikan dan mengonsolidasi pelaksanaan kebijakan di bidang Kesehatan antarkementerian/lembaga dan pihak terkait; dan

mengakselerasikan pembangunan dan menguatkan sistem Kesehatan.

BAB XIV KOORDINASI DAN SINKRONISASI PENGUATAN Pasal 413:

Koordinasi dan sinkronisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 paling sedikit dilaksanakan melalui:

  1. penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang relevan atau berpengaruh terhadap proses akselerasi pembangunan Kesehatan;
  2. penyusunan strategi pencapaian dan prioritas program dan kegiatan pembangunan Kesehatan;
  3. penetapan kriteria dan indikator untuk penilaian pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan Kesehatan;
  4. penilaian terhadap kondisi stabilitas dan ketahanan sistem Kesehatan;
  5. penetapan langkah koordinasi untuk mencegah krisis Kesehatan dan memperkuat ketahanan sistem Kesehatan; dan
  6. koordinasi peningkatan program Kesehatan masyarakat, terutama yang bersifat promotif dan preventif

Mengapa ada pasal-pasal ini?

Ada tinjauan sejarah menarik:

Di tahun 2000an, sebagai dampak politik tuntutan demokratisasi, yang merupakan spirit utama masa reformasi politik waktu itu, wewenang pemerintah pusat  sebagai pemegang otoritas sektor kesehatan dikurangi. Hal ini dilakukan melalui berbagai peraturan perundangan yang terbit pada masa ini.

Pada tahun 2000an: serangkaian regulasi menyatakan bahwa sektor kesehatan termasuk yang didesentralisasi. Dalam waktu singkat, Kanwil-Kanwil Departemen Kesehatan dibubarkan di semua propinsi. Juga beberapa Kantor Departemen di Kabupaten/kota.

Pada tahun 2004 diterbitkan UU Praktek Kedokteran dimana sebagian fungsi pemerintah dalam mengelola sumber daya manusia kesehatan, khususnya dokter dan dokter gigi diserahkan ke Organisasi Profesi. Pemerintah tidak mempunyai banyak fungsi, termasuk pembentukan Kolegium, dan STR.

Kemudian berkembang badan-badan seperti BKKBN dan Badan POM.

Di tahun 2011: UU BPJS menyatakan bahwa fungsi pendanaan asuransi sosial kesehatan di pindahkan dari Departemen Kesehatan ke BPJS. Dana PBI APBN hanya lewat di Kemenkes.

Sebelum Covid19, praktis Kementerian Kesehatan tidak mempunyai kemampuan yang cukup secara hukum. Pada waktu Covid19 koordinasi dan sinkronisasi kegiatan dilakukan secara ad-hoc berdasarkan UU Bencana. Terjadi komando terpusat yang baik. Yang menarik di saat Covid19 urusan stunting dipindahkan dari Kemenkes ke BKKBN.

UU Kesehatan 2023 berusaha memperbaiki situasi sistem kesehatan yang belum baik ini dengan menggunakan pendekatan Omni Bus Law. Kementerian Kesehatan diperkuat agar dapat menjadi Pemimpin dalam sistem kesehatan. Namun sektor kesehatan tetap terdesentralisasi sesuai berbagai UU dalam desentralisasi, dan BPJS tetap berfungsi sesuai UU SJSN dan UU BPJS.

Bahan diskusi:

  1. Bagaimana analisis terhadap pasal 413? Apakah memang benar bahwa wewenang Kemenkes semakin berkurang sejak tahun 2000an. Saat ini Komite Sektor Kesehatan yang bekerja menggunakan Pasal 413 berusaha mengkoordinasi sektor kesehatan yang terbagi-bagi di berbagai otoritas pemerintah. Apakah ini merupakan jawaban dari memperkuat wewenang Kemenkes untuk menjadi koordinator dan sinkronator kegiatan kesehatan di pusat .
  2. Bagaimanakah dengan kebijakan desentralisasi yang tidak diubah dalam UU Kesehatan, namun banyak disebutkan.
  3. Bagaimana di level propinsi? Apakah perlu untuk mengkoordinasi dan mensinkronisasi berbagai kebijakan dan program organisasi-organisasi kesehatan di suatu propinsi. Termasuk UPT-UPT Kemenkes di propinsi, dan kantor-kantor cabang Badan-badan kesehatan.  Apakah Dinas Kesehatan yang berperan sebagai Kementerian Kesehatan. Apakah perlu disusun Peraturan Daerah untuk menangani hal ini?
  4. Bagaimana di level kabupaten/kota? Apakah ada kebutuhan serupa?
Sesi 1:

09.40 – 10.45 WITA

Sesi 1:

Pembahasan dengan cara talkshow. Akan ada beberapa pertanyaan dari Prof. Laksono Trisnantoro untuk para pembahas

  • Riati Anggriani, MARS, M.Hum
  • drg. Oscar Primadi, MPH
  • Dr. dr. Jaya Mualimin, Sp.Kj, M.Kes, MARS (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur)
11.00 – 12.15 WITA Penggunaan prinsip Meta-Leadership untuk melakukan respon di Level Propinsi dan Kabupaten.

Kasus: (1) Sistem Pengelolaan Kesehatan Daerah, dan (2) Diabetes Mellitus

Pasal-pasal yang perlu diperhatikan untuk Kasus1:

Kasus 2:

Melihat ke Web Diabetes Mellitus
https://diabetes-indonesia.net/penanganan-diabetes-melitus-di-indonesia/

12.15  – 13.00 WITA ISHOMA
13.00- 14.30  WITA Respon DinKes Propinsi

  • Pasal-pasal yang penting untuk direspon menjadi Peraturan Daerah
  • Penyusunan Pengelolaan Kesehatan Daerah
  • Apakah perlu mengganti Perda?

Fasilitator:  Prof Laksono Trisnantoro

14.30 – 15.00 WITA Penutup:

Langkah selanjutnya untuk penyusunan Sistem Pengelolaan Kesehatan di Propinsi dengan mengacu pada Peraturan Presiden