<< Kembali ke laman Pembelajaran Kelembagaan

Pelatihan Perorangan Leadership Untuk RS Dalam Konteks UU Kesehatan 2023:
Situation, Connectivity dan Follow Up

Sabtu, 23 November 2024


Kemampuan seorang pemimpin RS didasarkan pada argumentasi bahwa kemampuan kepemimpinan tidak hanya berasal dari bakat alami yang dimiliki, namun juga harus didukung dengan pelatihan untuk mengasah bakat tersebut. Seorang pemimpin bukan hanya harus mengenali dirinya sendiri, melainkan juga harus mampu memahami situasi serta mampu mengkomunikasikan hasil keputusan yang diambil kepada seluruh pegawai RS dalam satu persepsi yang sama. Selain itu, seorang pemimpin juga harus mampu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan lintas sektor untuk memperoleh dukungan terhadap tujuan yang ingin dicapai.

Paparan terkait dimensi situation dan connectivity dalam meta leadership disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D. Seorang pemimpin RS harus mampu merespon adanya perubahan lingkungan dengan pendekatan sense making, dimana respon yang dihasilkan tiap pemimpin berbeda-beda tergantung tipe RS yang dipimpin. Dalam mendeskripsikan situasi yang kompleks, seorang pemimpin dapat melakukan proses berpikir dan development menggunakan konsep POP-DOC dalam The Mobius Loop. Analisis situasi yang dilakukan meliputi pemahaman dan penafsiran untuk menuju tindakan pembuatan keputusan, dimana seorang pemimpin harus merumuskan strategi, program, serta perencanaan finansial. Langkah pertama yang dilakukan yaitu perceive, dimana seorang direktur RS membuka pintu pemikirannya untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin terkait apa yang terjadi dan dampak yang mungkin terjadi pada RS yang dipimpin. Kemudian, dilakukan proses orientasi untuk menafsirkan apa yang terjadi dengan melihat pola yang ada, memisahkan data yang relevan dan tidak relevan, serta mengidentifikasi masalah yang ada. Selanjutnya, memasuki proses predict dimana seorang pemimpin menggunakan analisis untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan menghasilkan berbagai skenario.

Dimensi connectivity terkait bagaimana seorang direktur RS mengembangkan kemampuan komunikasi termasuk bagaimana cara melakukan komunikasi dengan Dekan FK untuk meminimalisir adanya konflik. Selain itu, seorang direktur RS harus memiliki kemampuan mengembangkan mengelola atasan, bawahan dan teman, serta mengaplikasikan pemahaman mengenai aspek non teknis termasuk politik dalam menghubungkan berbagai pihak.

Kasus yang dibahas dalam pelatihan ini yaitu isu terkait RS Pendidikan dan RS Akademik dalam UU Kesehatan 2023, dimana terdapat proses pendidikan hospital based dan university based. Dalam UU Kesehatan 2023 Pasal 219, prinsip residen sebagau pekerja diatur dalam UU sesuai dengan praktek global serta untuk menghindari tindakan bullying. Selain itu, residen sebagai pegawai RS juga dinyatakan dalam PP 28 Tahun 2024 Pasal 584 mengacu pada UU Kesehatan dan UU Ketenagakerjaan. Dalam mendalami isu tersebut, bagaimana seorang pemimpin melakukan perceive dan berorientasi pada isu tersebut, serta memprediksi dampak yang terjadi pada RS yang terkait dengan proses pendidikan yang akan dijalani oleh residen serta pengembangan dan pemeliharaan mutu proses pendidikan yang harus didukung oleh perguruan tinggi.

Dr. dr. Chairul Radjab Nasution, Sp.PD- KGEH, M.Kes menyampaikan bahwa tata kelola klinis dan tata kelola manajemen sudah diatur dalam UU Kesehatan 2023 sebagai sebuah proses transformasi kesehatan. Berdasarkan regulasi saat ini, university based dan hospital based tidak terlihat dalam regulasi, namun terdapat istilah RS Pendidikan dan RSPPU dimana RS Pendidikan tetap menyelenggarakan university based, sedangkan RSPPU menyelenggarakan hospital based. Perubahan yang terjadi saat ini yang ada dalam PKS antara RS dan FK sudah mencantumkan berbagai regulasi yang ada, sehingga dibutuhkan tindakan kolaborasi berupa fungsi RS dan fungsi FK sebagai penyelenggara pendidikan kedokteran, termasuk kaitannya dengan fasilitas dan insentif dalam RS. Terkait perubahan struktur SMF yang saat ini berorientasi pada kompetensi, terdapat implementasi departemen dan divisi yang harus terdapat integrasi antara berbagai bidang ilmu spesifik. Tantangan lainnya yaitu terkait BPJS dan bagaimana seorang direktur RS harus mampu menghadapi tuntutan pasien dengan sistem pembayaran out of pocket. Selain itu, seorang direksi RS harus mampu mengatur kolaborasi antara berbagai staf dalam RS dengan perbedaan disiplin ilmu, serta harus mampu mengatur berbagai jabatan struktural dalam RS yang dapat terintegrasi untuk mencapai tujuan RS. Terkait dimensi connectivity, harapannya seorang direktur RS harus mampu mengkomunikasikan turbulensi akibat perubahan yang terjadi terkait dengan dukungan finansial dan investasi.

Selanjutnya, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menyampaikan bahwa terdapat transformasi kesehatan, dimana FK yang dibawah naungan Kementerian Pendidikan harus berkolaborasi dengan RS Pendidikan yang berada dibawah naungan Kemenkes. Selain itu, terdapat transformasi sistem rujukan untuk mengubah output layanan dapat sesuai dengan kebutuhan pasien, termasuk RS Pendidikan. Tranformasi tersebut harus dilakukan dengan kolaborasi antar owner hingga manajemen, dimana dalam hal ini FK sebagai owner dari sistem pendidikan harus mampu menghadapi masalah terkait dengan dinamika yang terjadi, termasuk harus berkolaborasi dengan owner RS Pendidikan. Selanjutnya, dalam tingkat manajemen RS, harapannya seorang direktur RS harus mampu memberi pemahaman kepada seluruh pegawai RS untuk mampu menerima dan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Terkait dimensi connectivity, seorang pimpinan RS harus mampu melakukan kerja sama antara direksi, owner dan manajer RS, serta harus membangun optimisme bahwa perubahan dapat membawa organisasi menuju peningkatan yang lebih baik melalui penyusunan strategi yang tepat.

Kasus berikutnya disampaikan oleh Laksono terkait tidak adanya RS Khusus dalam UU Kesehatan 2023 maupun dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, dimana sebuah fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebut RS jika memiliki minimal 50 tempat tidur, sehingga RS Khusus dalam hal ini menghadapi konflik apakah ingin tetap mempertahankan statusnya sebagai RS namun harus memenuhi tuntutan 50 TT atau berubah menjadi klinik utama. Selain itu, implikasi yang akan terjadi pada RS tersebut juga membutuhkan perubahan infrastruktur, rekrutmen SDM, pengadaan sarana prasarana hingga kebutuhan finansial.

Berikutnya, dr. Hariyadi Wibowo, SH, MARS membahas bagaimana pemahaman owner RS yang cenderung mementingkan peningkatan revenue. Berdasarkan adanya penghapusan RS khusus, RS khusus dapat berubah menjadi klinik utama dengan kekhususan layanan atau layanan unggulan. Dalam menghadapi tantangan tersebut, seorang pemimpin mungkin menemui isu bahwa komunikasi dan informasi merupakan sebuah tantangan yang akan dihadapi. Namun, dalam hal ini harapannya Kemenkes sebagai regulator dapat menerima berbagai masukan terkait isu-isu yang ada di lapangan agar perjalanan klinik utama yang berasal dari RS dapat berjalan sesuai dengan tujuan.

Nungky Nurkasih K, MS., M.Kes, FISQua, CPCCP menjelaskan perubahan RS Khusus akibat adanya UU Kesehatan 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024. Seorang pemimpin RS harus mampu menghadapi tantangan perubahan termasuk mengkomunikasikan kepada seluruh pegawai RS. Selain itu, seorang pemimpin RS harus mampu menganalisis kemungkinan yang akan terjadi untuk melihat bagaimana regulasi dapat membawa dampak positif kepada RS, termasuk bagaimana gejolak akibat perubahan yang ada dapat dipelajari dan diterapkan dalam RS. Gejolak yang dirasakan oleh RS khusus yaitu adanya downgrade dari RS khusus menjadi klinik, maka seorang pemimpin harus mampu menafsirkan perubahan dengan membangun komunikasi yang terstruktur baik kepada pegawai maupun kepada owner terkait perubahan regulasi yang terjadi dan dampak positifnya terhadap RS tersebut. Terkait dimensi connectivity, seorang pemimpin harus mampu menyikapi adanya perubahan yang terjadi, sehingga pimpinan tersebut mampu membawa ke arah mana RS bergerak dengan mindset yang positif, termasuk dalam hal ini adanya perubahan RS khusus menjadi klinik utama.

Reporter: Bestian Ovilia Andini