Press ESC to close

Reportase | Webinar Review Kebijakan Tuberkulosis Tahun 2024 Berbasis Transformasi Sistem Kesehatan dan Outlook 2025

<< Kembali ke Laman Review Kebijakan Tuberkulosis

Senin, 10 Februari 2025

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM mengadakan webinar “Review Kebijakan Tuberkulosis Tahun 2024 Berbasis Transformasi Sistem Kesehatan dan Outlook 2025” dalam rangka Annual Scientific Meeting 2025 . Acara ini digelar secara daring melalui Zoom Meeting serta luring di Gedung Litbang FK-KMK UGM. Webinar ini dihadiri oleh akademisi, praktisi kesehatan, serta pemangku kepentingan serta berbagai instansi yang berfokus pada kebijakan dan penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia. Selaras dengan pilar ketiga SDGs yang berfokus pada menjamin kesehatan dan kesejahteraan bagi semua individu di semua usia, webinar ini digelar untuk membahas  implikasi kebijakan-kebijakan  terkait penanganan Tuberkulosis (TB) di Indonesia  yang diharapkan dapat menjadi strategi untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan masyarakat secara optimal.


Webinar dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D., Guru Besar FK-KMK Universitas Gadjah Mada. Prof Laksono menjelaskan pentingnya inovasi penggunaan data sebagai basis dalam pengambilan kebijakan penanganan tuberkulosis yang tepat. Prof Laksono juga menekankan kebijakan yang dilaksanakan seharusnya dapat efektif dalam mengentaskan masalah tuberkulosis (TB). Kebijakan penanganan tuberkulosis memerlukan adanya transdisiplin dan melibatkan banyak partisipasi stakeholder untuk dapat mendefinisikan dan mencari solusi dari semua sisi. Dalam hal ini, Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) hadir sebagai rumah dimana analisis kebijakan TB dari berbagai level baik pusat, provinsi, dan daerah dapat diakses dan di analisis secara lanjut dan menghasilkan data komprehensif sehingga proses pengambilan kebijakan pengentasan TB dapat lebih efisien dan efektif.

Pada sesi materi yang disampaikan oleh Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua dijelaskan bahwa kondisi TB di Indonesia belum bisa disebut membaik. Masih banyak kasus yang belum dilaporkan terutama TB pada anak, dan masih ada 13% pasien yang belum berhasil menyelesaikan terapi atau mengalami kegagalan pengobatan. Bahkan kasus TB masih terus mengalami peningkatan hanya dua provinsi yang berhasil mencapai target tatalaksana TB. Kondisi ini juga dibarengi dengan tantangan seperti jumlah dokter paru yang terbatas dan distribusi dokter yang tidak merata. Oleh karena itu, perlu adanya solusi strategis dalam pembuatan kebijakan untuk dapat mengentaskan TB dan mencapai target end TB Indonesia pada 2030.

“Kita perlu sebuah kejelasan mengenai data sebagai sebuah knowledge untuk pengambilan kebijakan” tutur dr. Hanevi. Platform DaSK diharapkan dapat membantu dalam menganalisis data kasus TB di berbagai wilayah agar menjadi informasi untuk strategi inovatif menggunakan prinsip transformasi kesehatan. Berdasarkan data ini, pengambilan kebijakan dapat direplikasi dari strategi yang digunakan pemerintah pusat bisa ditiru dan dimodifikasi oleh pemerintah daerah sehingga proses pengentasan TB bisa dilakukan dengan efisien. Sampai saat ini data yang baru terkumpul dalam DaSK baru ada di level nasional, harapannya seiring berjalannya waktu data yang dikumpulkan melalui DaSK bisa menjangkau data TB dari setiap daerah.

Pada sesi pembahas,, Dr. Tiffany Tiara Pakasi-Ketua Tim Kerja TB, Direktorat P2PM, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI mengamini bahwa penting adanya transformasi data dalam upaya pengentasan TB di Indonesia. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan memiliki Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) sebagai platform untuk data TB yang bisa diakses secara langsung. Selain itu ada Lapor TB website yang dapat digunakan sebagai forum untuk menyampaikan informasi seputar TB. Kemudian, terdapat “The Policy Tracker” sebuah wadah untuk dapat mencari kebijakan baik level pusat maupun daerah. Meskipun sudah terdapat banyak sistem informasi TB, tantangan pencegahan TB masih dirasa cukup besar dengan pemerintah sendiri yang mengatakan adanya satu layanan TB di setiap kabupaten/kota. Sejauh ini masih terdapat sekitar 140 kabupaten/kota yang belum terdapat layanan TB. Kaitannya dengan DaSK, dr. Tiara memaparkan bahwa DaSK dapat membantu pemerintah dalam menyusun kebijakan berbasis data serta mengidentifikasi strategi akselerasi program TB secara lebih efektif.

Dr. dr. Fathiyah Isbaniah, Sp.P(K) selaku Ketua Poka Infeksi PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) menyetujui terkait pentingnya data real time yang dapat diakses untuk dapat membuat kebijakan. PDPI sendiri akan membuat sistem registrasi karena membutuhkan data seperti angka kasus pasien TB, Asma, dan Pneumonia yang ditemui oleh dokter paru untuk membantu pembuatan kebijakan berbasis data faktual. dr. Fathiyah mengapresiasi DaSK sebagai platform analisis kebijakan serta menekankan pentingnya sistem registri nasional TB untuk mendukung pemantauan kasus yang lebih akurat.

Dalam pandangan pemerintah daerah sendiri, Setiyo Harini, SKM, M.Kes selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY, menggarisbawahi peran pemerintah daerah dalam implementasi kebijakan TB serta pentingnya indikator TB dalam perencanaan daerah, koordinasi pemangku kepentingan, dan pemanfaatan dana APBD. DIY sendiri mengacu dari Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang penanggulangan Tuberkulosis. Setiyo Harini menjelaskan, Pemerintah DIY telah mengeluarkan SK Gubernur DIY Nomor 55/KEP/2022 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis DIY serta Pergub DIY Nomor 111 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan penyakit. Melalui peraturan tersebut, pemerintah daerah berupaya mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanganan TB salah satunya adalah dengan berkolaborasi dengan UGM. Selain itu, pemerintah menyediakan SDM serta pencatatan kasus TB. Namun, Setiyo Harini menyoroti program SITB nasional yang masih disempurnakan dan perlunya jaringan internet stabil untuk dapat mengaksesnya dirasa dirasa kurang efektif. Setiyo Harini juga mengkhawatirkan dengan banyaknya aplikasi bisa menyebabkan kebingungan dan data yang bertumpuk membuat proses tidak efisien dan efektif.

Selaras dengan pernyataan Setiyoharini, Erlina Salmun, M.Kes-Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Provinsi NTT, menyoroti tantangan spesifik di daerah terpencil, termasuk keterbatasan pendanaan, akses layanan kesehatan, distribusi tenaga medis spesialis paru, serta penggunaan dana desa untuk program TB yang masih perlu dioptimalkan Erlina  juga menyampaikan kekhawatiran yang sama, bahwa prioritas sekarang untuk NTT sendiri masih sangat membutuhkan anggaran untuk dapat dengan efektif menjalankan penanganan TB. Erlina berpendapat bahwa untuk penanganan TB di luar Jawa masih sangat timpang. Erlina juga menyampaikan bahwa,  walau sekarang sudah tersedia alat TCM sejumlah 75 alat yang tersebar di kabupaten/kota, namun karena anggaran yang masih minim, mengkhawatirkan terkait anggaran operasional yang besar.

Dalam sesi diskusi, para peserta membahas terkait keberlanjutan program Kemenkes terkait pelatihan terkait penanganan TB. dr. Tiffany  menekankan bahwa semua program pelatihan akan tetap dilakukan walaupun akan menitik beratkan pada pelatihan daring karena adanya efisiensi anggaran.

Webinar ditutup oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, yang menyampaikan harapan bahwa diskusi ini dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan berbasis data yang lebih baik. Transformasi sistem kesehatan untuk TB harus dilakukan secara berkelanjutan dengan kolaborasi multisektoral dan pemanfaatan teknologi berbasis data. Analisis kebijakan melalui DaSK diharapkan dapat menjadi landasan dalam penyusunan strategi penanggulangan TB yang lebih efektif. Ke depan, keterlibatan berbagai sektor, baik pemerintah maupun swasta, serta penguatan sumber daya manusia dan infrastruktur kesehatan menjadi prioritas utama untuk memastikan layanan TB yang lebih merata dan berkualitas.

Reporter:

  • Dhia Al Fajr
  • Fadliana Hidayatu Rizky U. H
  • Nikita Widya Permata Sari

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adffffpiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.hjhjhjhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh