Pelatihan Kepemimpinan Sistem Kesehatan dengan Memahami UU Kesehatan 2023 dan PP 2024 melalui Platform Digital di www.kebijakankesehatanindonesia.net
Sesi 2: Kamis, 26 September 2024
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan menyelenggarakan Pelatihan Pertemuan Kedua Kepemimpinan Sistem Kesehatan dengan memahami UU Kesehatan Tahun 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 melalui Platform Digital di www.kebijakankesehatanindonesia.net pada Kamis (26/9/2024) dengan materi Melakukan Perencanaan untuk respon sebagai pemimpin dalam menjalankan UU Kesehatan. Narasumber pada webinar ini adalah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD, drg. Indra Prima Putra, dr. Haryo Bismantara, MPH, dan Dr. dr. Sudadi, SpAn-TI, Subsp.N.A.n (K). Sementara moderator kali ini ialah Nila Munana, MHPM dari FK-KMK UGM. Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui zoom dan youtube.
Pengantar: Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD
Prof. Laksono Trisnantoro mengawali webinar dengan menyampaikan bahwa kegiatan kali ini akan membahas mengenai PP No 28 Tahun 2024 yang menjadi regulasi pelaksanaan dari UU No 17 Tahun 2023. Saat ini kita memasuki tantangan untuk bagaimana menguasai dan memahami apa yang ada di Undang-undang tersebut. Sebagai seorang pemimpin yang menggunakan pendekatan sense making harus memahami apa yang terjadi dengan mengidentifikasi perubahan-perubahan, pemimpin harus bertanggung jawab atas keberlangsungan organisasi dan SDM agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan undang-undang yang ada. Hal ini menjadi tantangan bagi pemimpin, oleh karena itu platform digital ini dirancang untuk mengembangkan kemampuan dalam memahami UU No 17 Tahun 2023 dan PP No 28 Tahun 2024. Pertemuan kedua ini membahas mengenai SDM dimana ada suatu pembelajaran yang fokus pada pasal terkait dengan SDM dan akan menunjukkan bahwa ada perubahan yang sangat besar dalam manajemen atau kebijakan kesehatan SDM di indonesia, sehingga perlu diketahui bagaimana mengelola SDM agar lebih efektif, efisien dan lebih merata dalam penyebarannya. oleh karena itu mari identifikasi apa yang terjadi di Undang-Undang terkait dengan SDM.
drg. Indra Prima Putra selaku ketua tim kerja kebijakan perencanaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, Direktorat Perencanaan Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI menjelaskan mengenai kebijakan perencanaan kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan di Indonesia, khususnya terkait dengan pemenuhan tenaga di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) seperti Puskesmas dan RSUD. Terdapat kekurangan signifikan dalam pemenuhan tenaga kesehatan di berbagai wilayah, khususnya di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK). Kekurangan terbesar terlihat pada dokter spesialis dan tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas dan RSUD. Terdapat tantangan dalam distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata, dengan kelebihan di beberapa daerah dan kekurangan di daerah lain. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan bekerja sama dalam melakukan redistribusi tenaga medis.Perencanaan tenaga medis dan kesehatan didasarkan pada kebutuhan pelayanan kesehatan di setiap wilayah, memperhatikan epidemiologi, jumlah penduduk, dan beban kerja. Pemerintah pusat dan daerah memiliki peran penting dalam perencanaan, distribusi, serta peningkatan mutu dan karier tenaga medis. Kebijakan ini dituangkan dalam UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024. Pemerintah menargetkan untuk memperbaiki distribusi tenaga kesehatan dalam jangka panjang melalui pemodelan berbasis kebutuhan, dengan tujuan menutup kekurangan tenaga medis dan memastikan pemerataan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Haryo Bismantara, MPH selaku Dosen Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK Universitas Gadjah Mada menjelaskan mengenai UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024 terkait pendidikan tenaga medis dan tenaga kesehatan, bahwa Pendidikan tenaga medis dan kesehatan harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan pelayanan kesehatan nasional dan internasional serta perkembangan teknologi. Perguruan tinggi harus bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan pendidikan, khususnya program spesialis dan subspesialis. Rumah sakit pendidikan dan wahana pendidikan kesehatan harus memenuhi standar dan akreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dapat menyelenggarakan program pendidikan medis. Standar kompetensi lulusan tenaga medis dan kesehatan diatur oleh Kolegium. Mahasiswa yang lulus uji kompetensi berhak menerima sertifikat profesi dan kompetensi. UU ini menekankan pentingnya fleksibilitas dalam pengelolaan sumber daya manusia di sektor pendidikan medis dan kesehatan, yang meliputi dosen dan tenaga pendidik lainnya.
Dr. dr. Sudadi, SpAn-TI, Subsp.N.A.n (K) selaku Ketua Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif (KATI) membahas mengenai Peluang Penguatan Pendidikan Dokter dan Dokter Spesialis Pasca Terbitnya UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024. Beberapa poin utama yang dibahas adalah Masih terdapat kekurangan 7 jenis dokter spesialis dasar di 259 dari 717 rumah sakit vertikal dan daerah di Indonesia, kemudian Kendala Pemenuhan Dokter Spesialis seperti Seleksi yang ketat, terbatasnya institusi pendidikan, rekrutmen yang terkonsentrasi di kota besar, distribusi yang tidak merata, dan insentif yang rendah menyebabkan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dokter spesialis, terutama di daerah terpencil. Strategi Peningkatan Kuota Pendidikan Dokter Spesialis yaitu dengan gotong royong melalui SKB antara Mendikbud Ristek dan Menkes bertujuan meningkatkan kuota penerimaan mahasiswa dokter spesialis dengan melibatkan perguruan tinggi, rumah sakit pendidikan, dan pemerintah daerah. Pembahasan terkait Sistem Kesehatan Akademik melalui PP No. 28 Tahun 2024, pendidikan dokter spesialis dikelola dalam kerangka Sistem Kesehatan Akademik yang melibatkan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan fasilitas pelayanan kesehatan.Terdapat tantangan dalam memperluas RS pendidikan, mempercepat sertifikasi RS, serta memastikan kesejahteraan residen yang belum diakui sebagai pegawai resmi.
Reporter: Nila Munana, MHPM.